Cerpen Siswa
Cerpen Pendidikan – Semilir Angin, Kapankah? “Praannggg….” Ridwanpun Bergegas Pergi Keluar Tanpa Memikirkan Tangannya
Yang Luka. ”Kamu Mau Kemana Nak?” Ucap Seorang Ibu Yang Begitu Sayang Kepada
Anaknya Itu ”Lukamu Belum Sembuh” Sambungnya. Diapun Langsung Pergi Menemui
Ayahnya. ”Aku Ingin Bertemu Ayah Bu” Jawabnya Dari Kejauhan. ”Ya Tuhan
Lindungilah Anak Dan Suamiku” Do’anya Kepada Sang Maha Pencipta. Desa Kanjuhuran Dan Desa Kusangin Adalah Dua Desa Yang
Bertetangga Di Kabupaten Simuba. Dulunya Kedua Desa Hidup Dengan Rukun. Tapi
Beberapa Tahun Terakhir Ini Kedua Desa Tampak Tegang. Entah Siapa Yang Memulai
Konflik Ini. Tapi Konflik Ini Terjadi Tidak Lama Setelah Pak Mukhlis, Yang Juga
Ayahnya Ridwan Diangkat Warga Desa Sebagai Kepala Desa. Sudah Banyak Yang Harus Dikorbankan Dari Pertikaian Antara
Kedua Kampung. Mulai Dari Waktu, Harta Benda, Sampai Kepada Nyawa. Hidup Damai
Dan Tentram Hanyalah Menjadi Mimpi Yang Mungkin Suatu Saat Akan Menjadi
Kenyataan Bagi Kedua Kampung. Dari Jauh Terlihat Seorang Sosok Yang Sedang Memapah Orang
Yang Terluka. ”Mak, Tolong Bapak Mak! Bapak Terluka” Suara Sosok Itu Dari
Kejauhan Yang Tidak Terdengar Jelas. Sekejap Saja Sosok Yang Sedang Duduk
Didepan Pintupun Beranjak Dari Peraduannya. Sosok Itupun Segera Berlari
Mendatangi Kedua Sosok Itu. ”Kenapa Dengan Bapak Mu Nak?” Tanya Ibu Yang Tua
Renta Itu. ”Bapak Tersabet Parang Mak” Jawabnya Sambil Menghela Nafas. ”Aku
Menemukannya Di Perbatasan Desa” Sambungnya. ”Bawa Bapakmu Masuk” Ucap Ibu Syariah-Ibu
Ridwan-. Akhirnya, Konflik Kedua Desa Dapat Juga Mereda. Pak
Drajat-Orang Kepercayaan Pak Mukhlis- Mau Berunding Dengan Pak Rahmat-Kades
Kusangin-. Dengan Adanya Perundingan Ini Ketegangan Dua Desapun Dapat Dikurangi
Untuk Sementara. Namun Bukan Berarti Konflik Ini Benar-Benar Berhenti. Sudah
Berulang Kali Perjanjian Hanyalah Jadi Perjanjian, Tidak Pernah Direalisasikan
Dalam Tindakan Yang Nyata. Kedua Desa Sepakat Untuk Menghentikan Konflik Yang
Sedang Berlangsung. Mungkin Mereka Sudah Lelah Dengan Semua Yang Terjadi. Tapi
Demi Harga Diri Mereka, Hal Itu Mereka Kesampingkan. Bagi Mereka Lebih Baik
Mati Membela Kampung Dari Pada Harus Mengalah Dan Menyerahkan Batas Desa. Haripun Berlalu, Kini Tidak Tampak Lagi Konflik Badan Antara
Kedua Desa. Tetapi Suasana Tegang Antara Kedua Desa Masih Terasa. Warga
Kanjuhuran Yang Biasa Mencari Nafkah Di Perbatasan Kedua Desapun Tidak Berani
Untuk Mendekat Dan Bekerja. Mereka Hanya Beraktifitas Didalam Kampung. ”Maling…Maling…” Terdengar Suara Teriakan Disubuh Hari.
Mendengar Teriakan Itu, Wargapun Terbangun Dan Langsung Mencari Sumber
Teriakan. Dilihat Warga Dua Orang Suami Istri Yang Berdaya Sedang Terkapar Di
Ruang Tamu Rumah Mereka. Pintupun Dalam Keadaan Terbuka. Ternyata Itu Adalah
Pak Syukron Dan Istrinya. Maling Tersebut Tidak Hanya Mengambil Harta Pak
Syukron Tapi Juga Melukai Keduanya. Dari Kejauhan, Tampak Sosok Yang Sedang Kekelahan Seperti
Habis Mengejar Sesuatu. ”Malingnya Lari Kesana” Ucapnya Terengeh-Engeh.
Ternyata Itu Adalah Si Madin. Ia Adalah Penjaga Pos Ronda. ”Kemana?” Tanya
Seorang Warga Untuk Memperjelas. ”Itu…” Ucapnya Sambil. ”Kemana?” Tanya Warga
Yang Lain. ”Kedesa Sebelah”. ”Apa?” Wargapun Mulai Curiga Bahwa Maling Tersebut
Adalah Warga Desa Kusangin. Tiba-Tiba Ditengah Mereka Datanglah Ridwan Yang Terbangun
Karena Teriakan Tadi. ”Ada Apa Ini?” Ucapnya Keheranan. ”Ini…Pak Syukron
Kemalingan. Pak Syukron Juga Dibacok Oleh Tu Maling” Ucap Madi-Salah Seorang
Warga Desa-.”Malingnya Lari Kedesa Kesebelah Wan” Sambar Madin. Ridwanpun
Merasa Heran Dengan Semua Ini. Bagaimana Mungkin Malingnya Bisa Dari Desa
Sebelah. Perbatasan Kedua Desa Saja Dibatasi Oleh Dua Orang Penjaga Di
Masing-Masing Desa. ”Sudahlah, Biar Aku Yang Akan Menyelesaikannya. Sekarang
Kalian Bantu Pak Syukron” Hati Pak Mukhlispun Memanas Mendengar Berita Itu. ”Bapak
Tenang Saja. Belum Tentu Lagi Malingnya Adalah Warga Desa Sebelah. Kita Harus
Membuktikannya” Kata Ridwan Yang Ingin Kedua Desa Hidup Dalam Perdamaian. ”Tak
Mungkin” Sela Pak Drajat. ”Bapak Tidak Percaya Dengan Pak Madin. Ia Penjaga
Pos, Tentu Ia Melihat Kemana Maling Itu Pergi!” Tambahnya. Pak Mukhlispun
Bingung Dengan Keadaan Ini. Ia Harus Memilih Antara Anaknya Dan Orang
Kepercayaannya. ”Pak, Sudahlah Pak. Kita Akhiri Saja Semua Konflik Ini. Tidak
Ada Gunanya Konflik Yang Terus Berkepanjangan Ini” Ucap Ridwan Mencoba Untuk
Membuka Hati Ayahnya. ”Tidak Bisa!!” Sambar Pak Drajat.”Ini Adalah Demi Harga
Diri. Kalau Kita Berdamai Kepada Mereka, Berarti Kita Kalah” Sambungnya. ”Bapak
Jangan Coba Mempengaruhi Bapak Saya Ya?” Suasana Di Rumahpun Menjadi Tegang. Perang Mulut Antara
Ridwan Dan Pak Drajatpun Mulai Berkoar. Ridwanpun Akhirnya Memutuskan Pergi
Kedesa Sebelah Untuk Menyelesaikan Kasus Ini. Pada Awalnya Ayahnya Tidak
Mengizinkan Ridwan Untuk Pergi Karena Dia Takut Terjadi Sesuatu Pada Anak
Semata Wayangnya Itu. Tapi Kemauan Si Ridwan Akhirnya Memaksa Ayahnya Untuk
Mengizinkannya Pergi Kedesa Sebelah. ”Perdamaian Itu Akan Datang” Ucapnya Sambil Berlalu
Meninggalkan Rumah. Dengan Mengusung Perdamaian Iapun Pergi Kedesa Sebelah
Untuk Berunding. Ia Ditemani Oleh Si Amar Teman Dekatnya. Ia Harap Apa Yang Ia
Lakukan Ini Akan Membawa Semilir Angin Perdamaian. Sesampainya Di Perbatasan Desa Ia Dan Amar Dicegat Oleh Orang
Yang Tidak Dapat Ia Kenali. Disitulah Mereka Dibacok, Hingga Akhirnya Ridwanpun
Tewas. Ternyata Amar Dapat Menyelamatkan Diri Dari Peristiwa Itu, Walaupun Ia
Menderita Luka Bacok. Amarpun Kembali Kedesa Dengan Luka Parah Dibagian Kaki. ”Pak, Ridwan Kemana?” Tanya Bu Syariah Kepada Suaminya. ”Dia
Pergi Kedesa Sebelah Bu” Ucap Suaminya. ”Perasaanku Jadi Tidak Enak Gini Pak?
Ada Urusan Apa Dia Pergi Kesana?” Tanya Ibu Ridwan. ”Dia Mau Berunding Dengan
Desa Sebelah” Ucap Suaminya. Datanglah Amar Dengan Luka Parah Yang Dideritanya. ”Ada Apa
Mar? Mana Si Ridwan?” Tanya Pak Mukhlis. ”Si Ridwan Meninggal Pak. Ia Dibacok
Orang Di Perbatasan” Ucap Si Amar Terengeh-Engeh. ”Apa? Siapa Pembunuhnya? ”
Tanya Pak Mukhlis Dengan Perasaan Sedih. Terlihat Sosok Yang Sedang Berlari Kearah Rumah Pak Mukhlis.
”Ada Berita Pak!” Ucapnya. Ternyata Itu Adalah Si Madi. ”Ternyata Malingnya
Adalah Si Udin Warga Desa Kita” Ucapnya. ”Si Madin Hanya Berbohong Pak, Ia
Disuruh Oleh Pak Drajat” Sambungnya. Mendengar Laporan Ini Pak Mukhlis Merasa
Bersalah Dengan Anaknya. Iapun Bertekuk Dan Menyadari Bahwa Sikapnya Selama Ini
Salah. Ia Pun Berjanji Akan Mewujudkan Cita-Cita Anaknya Untuk Mewujudkan
Perdamaian. Akhirnya, Pak Mukhlis Luluh Hatinya Setelah Kematian Anaknya.
Kini Tak Ada Lagi Yang Menghalangi Ia Untuk Berunding Dengan Desa Sebelah.
Selama Ini Ketika Pak Mukhlis Ingin Berunding Dengan Desa Sebelah, Pak Drajat
Selalu Menghalangi Perundingan Itu. Hal Ini Dilakukan Pak Drajat Untuk
Mengambil Alaih Kekuasaan Di Desa Ini. Terakhir, Terdengar Kabar Bahwa Orang
Yang Mebunuh Ridwan Adalah Orang Suruhan Pak Drajat.
Jenazah Ridwanpun Akhirnya Dibawa Pulang Untuk Dimakamkan.
Didepan Jenazah Anaknya Pak Mukhlis Berjanji Akan Mewujudkan Perdamaian Di Dua
Desa. ”Perdamaian Yang Engkau Impikan Akan Segera Terwujud Nak. Terima Kasih
Karena Engkau Telah Membukakan Pintu Hatiku. Sebentar Lagi Kami Akan Merasakan
Nikmatnya Semilir Angin Yang Engkau Perjuangkan” Ucapnya.
Bunyi Itu Pun Terdengar Sampai Ke Kamar Ridwan. ”Suara Apa Itu?” Ucapnya Dalam
Hati. Iapun Melangkahkan Kakinya Dan Mencari Apa Yang Sedang Terjadi. Tampak
Ibunya Sedang Gemetar Dan Hanya Diam Terpaku Di Dapur. ”Ada Apa Bu?” Ucapnya.
Ibunya Terlihat Pucat Dan Berkata ”Ibu Tak Sengaja Memecahkannya. Apakah Ini
Ada Pertanda Buruk?”. Diapun Teringat Akan Sosok Ayahnya Yang Lagi Terlibat
Konflik Dengan Desa Sebelah. Kedua Desa, Yaitu Desa Kanjuhuran Dan Kusangin
Memang Tidak Pernah Akur Selama Beberapa Tahun Ini Dan Mereka Sering Terlibat
Konflik Berdarah.
Sambil Membersihkan Beling Yang Berserakan, Ibunya Pun Merasa Gelisah.
Bagaimana Tidak Perkelahian Minggu Lalu Saja Telah Melukai Anaknya. Saat Itu
Ridwan Disabet Menggunakan Parang Dan Lukanya Cukup Serius. Untung Saja Ia
Masih Bisa Diselamatkan. Ia Takut Hal Yang Sama Akan Terjadi Pada Suaminya.
”Kapankah Semua Ini Akan Berakhir?” Tanyanya Dalam Hati. ”Seperti Tak Ada
Habisnya” Ujarnya. Diapun Hanya Bisa Terduduk Lemas Di Depan Pintu Menanti
Kabar Sang Suami.
Konflik Kedua Desa Ini Dilatarbelakangi Oleh Batas Wilayah Kedua Kampung.
Setiap Ada Masalah Kecil, Kedua Desapun Menjadi Tegang. Sudah Beberapa Kali
Dilakukan Proses Perdamaian Antara Kedua Kampung, Dan Sudah Beberapa Kali Pula
Perjanjian Itu Hanya Hitam Diatas Putih.
Ridwanpun Bergegas Pergi Kerumah Untuk Menemui Ayahnya. Sesampainya Di Rumah,
Ia Melihatnya Ayahnya Ada Di Ruang Tamu Bersama Pak Drajat. Kebetulan Waktu Itu
Pak Drajat Sedang Bermalam Di Rumah Pak Mukhlis. Iapun Segera Menghampiri
Ayahnya. ”Apa Yang Terjadi Tadi Nak?” Tanya Ayahnya. ”Rumah Pak Syukron
Disatroni Maling” Jawabnya. ”Maling?… Pasti Maling Itu Dari Desa Sebelah”
Sambung Pak Drajat. ”Kok Bapak Bisa Tahu?” Tanya Ridwan Keheranan. ”Memang
Benar Apa Yang Dikatakan Pak Drajat, Ridwan?” Tanya Ayahnya. ”Kata Pak Madin Sih
Seperti Itu” Jawabnya.
”Kita Datangi Pak Drajat!” Kata Pak Mukhlis Dengan Tegas. Warga Bersama Kepala
Desapun Mendatangi Rumah Pak Drajat. Disana Mereka Menemukan Rumah Pak Drajat
Dalam Keadaan Kosong. Ternyata Pak Drajat Telah Mengetahui Hal Ini Dan Segera
Pergi Untuk Menghilangkan Jejak.